sebenarnya yang menjadi dasar pemahaman ketika membahas mengenai Negara berkaitan dengan paham yang berjalan sesuai dengan realitas di masyarakat. Selama ini khususnya di Negara-negara dunia ke 3, Negara sangat mempunyai pengaruh besar terhadap korporasi yang memiliki paham ekonomi kapitalis. Sudut pandang atau ideologi selalu dianggap menjadi produk kebenaran yang mempengaruhi kesadaran dari Negara. Jika meruju pada realitas yang terjadi setelah abad pencerahan, banyak negara-negara di eropa mulai mengadopsi cara berpikir yang modern berdasarkan ilmu pengetahuan (empirisme dan positivis) dan teknologi. Pada saat itu banyak negara-negara eropa memahami bahwa kondisi letak geografisnya kurang menguntungkan untuk mendapatkan sumber daya alam yang melimpah, maka yang terjadi adalah banyak negara-negara eropa melakukan imperialisme atau menjajah dalam bentuk kolonialisme (membentuk negara koloni) terhadap khususnya yang sekarang di sebut sebagai negara-negara dunia ke-3 yang memiliki sumber daya alam melimpah untuk dijual kembali ke eropa sehingga mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya (kapitalis). Dari sini dapat diketahui bahwa paham modernisme sudah dilakukan dalam waktu yang cukup lama, yang dibawa oleh bangsa eropa terhadap wilayah jajahannya. Jika jaman dahulu setelah abad pencerahan, negara-negara eropa melakukan penjajahan atau imperialisme dalam bentuk fisik yang nyata seperti perang dunia 1 dan 2 maka berbeda dengan apa yang terjadi setelah perang dunia ke-2. Setelah pasca perang dunia ke-2, banyak negara-negara di dunia sudah mencapai kemerdekaannya tetapi Negara yang memiliki pengaruh kuasa besar terhadap negara-negara di dunia yaitu Amerika. Cara berpikir modern dalam bentuk imperialisme dan ekonomi kapitalis tetap sama berjalan oleh negara-negara dunia pertama khususnya Amerika, hanya saja bentuk imperialisme/ penjajahan yang dilakukan tidaklah secara fisik melainkan melalui politisasi ekonomi (sebagai bagian dari neoliberalisme) yaitu dengan cara memberi pinjaman uang dari negara dunia pertama khususnya Amerika melalui world bank kepada negara dunia ke-3 yang memiliki sumber daya alam yang melimpah.
Sabtu, 18 Maret 2017
Intervensi Negara Dalam Politisasi Sumber Daya Alam
sebenarnya yang menjadi dasar pemahaman ketika membahas mengenai Negara berkaitan dengan paham yang berjalan sesuai dengan realitas di masyarakat. Selama ini khususnya di Negara-negara dunia ke 3, Negara sangat mempunyai pengaruh besar terhadap korporasi yang memiliki paham ekonomi kapitalis. Sudut pandang atau ideologi selalu dianggap menjadi produk kebenaran yang mempengaruhi kesadaran dari Negara. Jika meruju pada realitas yang terjadi setelah abad pencerahan, banyak negara-negara di eropa mulai mengadopsi cara berpikir yang modern berdasarkan ilmu pengetahuan (empirisme dan positivis) dan teknologi. Pada saat itu banyak negara-negara eropa memahami bahwa kondisi letak geografisnya kurang menguntungkan untuk mendapatkan sumber daya alam yang melimpah, maka yang terjadi adalah banyak negara-negara eropa melakukan imperialisme atau menjajah dalam bentuk kolonialisme (membentuk negara koloni) terhadap khususnya yang sekarang di sebut sebagai negara-negara dunia ke-3 yang memiliki sumber daya alam melimpah untuk dijual kembali ke eropa sehingga mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya (kapitalis). Dari sini dapat diketahui bahwa paham modernisme sudah dilakukan dalam waktu yang cukup lama, yang dibawa oleh bangsa eropa terhadap wilayah jajahannya. Jika jaman dahulu setelah abad pencerahan, negara-negara eropa melakukan penjajahan atau imperialisme dalam bentuk fisik yang nyata seperti perang dunia 1 dan 2 maka berbeda dengan apa yang terjadi setelah perang dunia ke-2. Setelah pasca perang dunia ke-2, banyak negara-negara di dunia sudah mencapai kemerdekaannya tetapi Negara yang memiliki pengaruh kuasa besar terhadap negara-negara di dunia yaitu Amerika. Cara berpikir modern dalam bentuk imperialisme dan ekonomi kapitalis tetap sama berjalan oleh negara-negara dunia pertama khususnya Amerika, hanya saja bentuk imperialisme/ penjajahan yang dilakukan tidaklah secara fisik melainkan melalui politisasi ekonomi (sebagai bagian dari neoliberalisme) yaitu dengan cara memberi pinjaman uang dari negara dunia pertama khususnya Amerika melalui world bank kepada negara dunia ke-3 yang memiliki sumber daya alam yang melimpah.
Minggu, 15 Januari 2017
OPINI : Menelaah Kasus Ahok Dengan Sudut Pandang Konflik
Pernah
mendengar istilah Demokrasi adalah Democrazy. Hal ini dikarenakan salah satu
keuntungan dari Demokrasi adalah kebebasan berpendapat tetapi kebebasan ini
menimbulkan potensi konflik dimana-mana. Seringkali kebebasan berpendapat
banyak dijumpai pada media sosial. Kekuatan media sosial membuktikan bahwa
opini dapat menggiring publik untuk melakukan aksi. Contoh kasus yang dapat
diangkat pada tulisan ini adalah kasus dari Gubernur DKI Jakarta yaitu Basuki
Tjahaja Purnama atau yang lebih dikenal dengan Ahok yang dinilai umat Islam
telah menistakan agama. Awalnya pemberitaan kasus Ahok tidak menjadi
perbincangan yang besar di masyarakat. Tetapi banyak kalangan para tokoh pemuka
agama Islam menilai pemerintah lamban dalam menangani kasus Ahok sehingga banyak
muncul opini di media sosial untuk melakukan aksi damai guna menyatukan umat
Islam agar peduli terhadap kasus tersebut. Disamping ada pendapat masyarakat
bahwa kasus Ahok berhubungan dengan politik yang sedang terjadi dalam Pilkada
(Pemilihan Kepala Daerah) DKI Jakarta 2017, tetapi dapat ditekankan bahwa
kebebasan berpendapat yang ingin menyatukan ideologi melalui penggiringan opini
demi kepentingan golongan tertentu dengan tidak mempedulikan nilai-nilai budaya
lain dalam masyarakat yang bernegara berdasarkan pancasila sebagai pandangan
hidup yang menyatukan bangsa Indonesia maka potensi konflik akan terjadi. Dan
juga dalam tulisan ini tidak bermaksud untuk mencari siapa yang benar dan
salah. Seperti yang dijelaskan dalam bukunya Liliweri dikatakan, Pelbagai
pengalaman di dunia juga menunjukkan bahwa telah terjadi dialektika antara
budaya individu dengan sosial-budaya, interaksi antarpribadi adalah lebih
penting, tetapi ternyata individu juga dilahirkan dalam sebuah dunia sosial
yang luas yang acapkali telah terlibat dalam konflik dan perseteruan
antarbudaya. Kadang-kadang individu tidak mengetahui asal mula konflik antaretnik,
namun ikut terlibat di dalamnya (Liliweri: 38: 2002).
Kritik Modernisme Pada Proses dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Berorientasi Pada Kepentingan & Kekuasaan (Studi Kasus : Perkembangan Pertanian Indonesia)
Seperti
yang sudah dijelaskan dalam mata kuliah sosiologi kritik dan postmodern, setelah
perang dunia II berakhir dan masuk pada era modernisasi dengan ditandai
perubahan kapitalisme private menuju korporasi dengan campur tangan negara
membuat dominasi ilmu pengetahuan dan teknologi semakin tidak lagi diciptakan
untuk manusia secara umum tapi dibentuk untuk kebutuhan pemenuhan kepentingan,
kekuasaan dan kepuasan manusia. Tujuan dari era modern adalah membuat
masyarakat menjadi homogen, maksudnya terdapat suatu narasi besar yang dibuat
oleh suatu elit atau pihak yang mengiginkan masyarakat modern memiliki satu
tujuan yang sama (homogen) melalui ilmu pengetahuan dan teknologi. Kekuatan
perkembangan ekonomi dan politik menjadi 2 hal yang utama dalam masyarakat
modern guna mendapatkan kepentingan, kekuasaan dan kepuasan individu. Realitas
yang berjalan pada era modern telah di kaji oleh tokoh-tokoh sosiologi kritik
dan postmodern yang mengkritik mengenai cara bekerjanya modernitas yang telah memisahkan
antara subjek dan objek pada diri manusia. Masyarakat dituntut untuk memiliki
pemahaman berperilaku secara rasional sebagai subjek yang memiliki tujuan dalam
menjalani realitas yang ada di masyarakat dan memisahkan diri sebagai objek
dari seperti moralitas dalam beragama yang menurut era modern tidak rasional
(irasional).
Michel Foucault dan Film Stonehearst Asylum
Film
Stonehearst Asylum ketika dikaitkan dengan pandangan Michele Foucault menjadi
relevan karena kasusnya hampir memiliki kesamaan. Dalam perkuliahan teori
Kritik dan Postmodern telah dijelaskan bahwa pandangan dari Foucault melihat
cara kerja relasi kekuasaan yang terjadi di era Modern. Latar belakang Foucault
sebagai penderita gangguan seksualitas mempengaruhi cara pandangnya terhadap
realitas sosial yang ada di masyarakat pada zamannya. Foucault adalah seorang homoseksual
atau Gay, ketertarikannya terhadap laki-laki membuat dia banyak di pandang aneh
oleh masyarakat. Sehingga orangtuanya membawanya ke psikiater di rumah sakit
jiwa untuk berharap dapat di normalkan kembali perasaan seksualitasnya. Saat
itu Foucault melihat ada yang salah dalam cara pandang masyarakat pada orang
yang memiliki penyakit kejiwaan. Orang gila selalu dipandang aneh karena cara
berfikirnya berbeda dengan manusia normal pada umumnya. Disini Foucault
menganggap bahwa ada kekuasaan yang besar sehingga masyarakat dapat
berpandangan seperti itu terhadap orang gila. Kekuasaan yang dimaksud adalah Ilmu
Pengetahuan. Selama ini sejarah dianggap suatu sistem kepentingan elit, maka
Foucault membuat buku arkeologi pengetahuan yang berusaha menggali pengetahuan
yang ada di Masyarakat. Yang dicontohkan salah satu kasusnya pada seksualitas
yang ada dalam pemikiran di Masyarakat di masa periode Victorian hingga abad
18. Dalam majalah basis dikatakan, kekhususan pemikiran Foucault dibandingkan
dengan para filusuf sebelumnya kiranya dapat juga diartikan sebagai perubahan
gaya atau model dalam wacana pengetahuan, suatu pokok yang menjadi perhatian
Foucault juga. Sebagaimana dikemukakan oleh Karlina Leksono, Foucault dengan
amat jeli dan teliti mengutarakan bagaimana ilmu-ilmu berkembang secara
menyeluruh dalam satu periode, kemudian berganti secara menyeluruh pula dalam
periode yang lain kadang secara tiba-tiba. Foucault menyebut keseluruhan pola
berpikir dengan sistem wacana, yang digunakan, pemilihan nilai yang menjadi
objek ini sebagai episteme. Kita
mungkin mengira bahwa pengetahuan berkembang berkat pemikiran tokoh-tokoh yang
berhasil menelorkan gagasan-gagasan mereka dengan cemerlang ke tengah
masyarakat pada suatu saat. Akan tetapi, Foucault menyangkal kemungkinan itu,
sebab setiap pengetahuan kita dilingkupi oleh episteme tadi yang merupakan jalinan yang luas rumit antara
berbagai kepentingan dan kepekaan mereka mengenali tatanan rasional. Bahwa
perumusan para ilmuwan yang serius sekali pun tak bakal terjadi selain berkat
kaitan-kaitannya menyeluruh dengan yang ada itu, dan bukan sebaliknya (Basis: 6:
2002)1. Foucault menemukan ada episteme yaitu perbedaan pandangan di
masyarakat setiap periode yang muncul setiap zaman pemikiran.
Ritual Pemandian Gong Kyai Paradah di Kabupaten Blitar
Sumber : Nugraha Perdana, Pemandian Gong Kyai Pradah 13 Desember 2016
Kabupaten
Blitar memiliki 22 kecamatan, salah satunya yakni Kecamatan Sutojayan atau
biasa disebut dengan Lodoyo. Sutojayan merupakan daerah Blitar selatan, di
Sutojayan sendiri menyimpan satu ritual kebudayaan yang sudah melegenda sejak
dahulu. budaya tersebut yaitu Ritual Siraman Gong Kyai Pradah, acara ini
dilakukan dua kali dalam setahun yaitu setiap 1 Syawal (hari raya Islam idul
fitri) dan acara siraman paling banyak dinantikan oleh ribuan masyarakat lokal
sendiri maupun masyarakat luar daerah Blitar pada saat 12 Rabiul Awal (hari
kelahiran Nabi Muhammad SAW), atau di bulan Mulud yang didukung oleh Pemerintah
Kabupaten Blitar dengan tujuan untuk melestarikan cagar budaya yang telah
mengakar di Lodoyo. Di dalam
ritual siraman Gong Kyai Pradah saat Mulud, sekitar dua minggu sebelumnya
diadakan pasar malem (pasar kaget), kemudian malam hari sebelum hari H diadakan
kesenian jedoran, lalu setelah siraman diadakan tayuban dan wayangan. Dalam
acara siraman tersebut terdapat juga kesenian Jawa Timur seperti bantengan dan
reog yang ikut memeriahkan acara tersebut serta pedagang-pedagang yang
berjualan. Gong Kyai Pradah ini merupakan sebuah alat musik kesenian
tradisional Bendhe. Menurut penuturan Mbah Yadi salah satu sesepuh yang ikut
peduli terhadap Gong Kyai Pradah, ini merupakan awal cerita yang membabad di
Lodoyo dan dipercaya bahwa Gong ini sebenarnya ada dua, yang satu berada di
Lodoyo, Blitar dan yang satu lagi berada di jawa tengah. Hal ini juga diperkuat
dengan baju adat yang digunakan saat ritual berlangsung terdapat kesamaan
dengan baju adat abdi dalem keraton Surakarta. Masyarakat percaya bahwa secara
turun-temurun sudah
ada wasiat untuk Gong Kyai Pradah dimandikan dengan air bunga kembang setaman.
Orang tua dan anak muda, termasuk anak – anak rela saling berdesakan hanya
untuk memperebutkan air bunga setaman, hingga benda – benda bekas untuk mencuci
pusaka tersebut. Mayoritas masyarakat mempercayai jika air bunga yang sudah
dimandikan ke Gong Kyai Pradah mempunyai tuah yang dapat memperlancar kehidupan
dari kesulitan-kesulitan seperti mengobati berbagai penyakit, mendatangkan
rejeki, obat awet muda, melariskan dagangan, menyuburkan panen, dll yang semuanya
diminta tergantung kepada niatnya. Masyarakat Lodoyo sendiri masih sangat
berpegang teguh terhadap ritual siraman ini karena menurut mereka ritual
siraman Gong Kyai Pradah juga digunakan untuk melindungi kawasan desanya dari
berbagai tolak balak. Salah satu kehebatan yang dipercaya dari Gong Kyai Pradah
adalah jika Gong tersebut terjadi sesuatu yang negatif/ buruk seperti jatuh,
rusak atau tidak terawat maka dunia semesta alam akan mengalami keburukan juga
atau sebagai kode alam. Dan juga dipercaya bahwa ketika gong tersebut dipukul
akan berdatangan macan-macan yang dianggap sebagai jelmaan gaib.
Langganan:
Postingan (Atom)