Sejatinya
dapat dikatakan manusia tidak akan lepas dari yang namanya korupsi. Sejak dari
zaman penjajahan belanda sampai di belahan dunia manapun korupsi tetap ada. Jika
dianalogikan manusia merupakan individu yang haus akan kekuasaan, sebagai
contoh pada kaum primitif perebutan wilayah adalah hal yang wajar dari dulu. Inti
korupsi adalah penyalahgunaan kepercayaan untuk kepentingan pribadi atau
golongan. Esensi korupsi adalah pencurian melalui penipuan dalam situasi yang
mengkhianati kepercayaan. Dua bentuk korupsi yang sulit untuk dimasukkan ke
dalam ciri-ciri korupsi yaitu nepotisme dan korupsi otogenik yang dilakukan
oleh seorang diri. Brooks mencetuskan subyek yang ia sebut autocorruption.
Sebagai contoh penyalahgunaan kekuasaan yang laten seperti anggota dewan yang
menyetujui berlakunya undang-undang tanpa melihat akibat kedepannya. Contoh
lain pembuatan laporan belanja yang tidak benar.
Kamis, 30 Juni 2016
Review Chapter 1 & 2, John Hannigan Environmental Sociology Environmental sociology as a field of inquiry & Contemporary theoretical approaches to environmental sociology
Kajian
mengenai sosiologi lingkungan dimulai baru-baru ini dengan momentum awal yaitu
Earth Day pada tahun 1970 sebagai klaim simbolis 'Hari 1‘environmentalisme
baru. Sebelumnya ilmu-ilmu sosial lebih mengkaji terhadap hal yang bersifat
Aposentrisme (kajian mengenai manusia), mereka belum menyadari bahwa alam
mempunyai relasi yang kuat dengan manusia. Lebih lagi pandangan sosiolog klasik
tidak memiliki teori atau penelitian untuk memahami hubungan masyarakat dan
lingkungan. Perintis sosiologi klasik -Émile Durkheim, Karl Marx dan Max Weber
bisa dibilang memiliki dimensi lingkungan secara implisit untuk kerja teoritis
mereka. Sebagian besar karena penerjemah Amerika lebih menyukai penjelasan
struktur sosial daripadayang fisik atau lingkungan (Buttel 1986:338).
Pendidikan Anti-Korupsi: Efektifkah ?
Korupsi
seolah-olah sudah menjadi membudaya di Indonesia. Pada pertemuan kuliah
beberapa waktu lalu disinggung bahwa aliran culturalis menyatakan akar
permasalahan korupsi di Indonesia adalah semenjak jaman feodalisme. Adapun
bentuk dari korupsi menurut aliran culturalis yaitu yang pertama komunalisme
menyatakan korupsi dalam bentuk ini sebagai tindakan setia kawan atau praktek
yang dianggap sebagai bentuk perwujudan komunalisme. Contoh, seorang pelamar
kerja melamar di perusahaan temannya yang sebagai direktur maka dari hubungan
pertemanan itu pelamar
tersebut diterima kerja. Bentuk kedua yaitu patron-klien menyatakan yang
diatas dan yang dibawah patron menjadi penentu klien yang mengikuti dan meniru.
Contoh, korupsi waktu yang dilakukan atasan perusahaan yang sering datang
terlambat untuk bekerja maka keterlamabatan atasannya ditiru oleh bawahannya.
Selain itu banyak persoalan menurut penulis yang ada hubungannya dengan korupsi
di Indonesa seperti kemiskinan, pendapatan perkapita, pola pikir kapitalis,
dll. Jika kita logikakan saja banyaknya orang miskin akibat dominasi
kapitalisme telanjang di Indonesia membuat adanya kaum terdominasi atau kaum
yang tidak mampu melawan kapitalisme maka jalan pendek mereka lakukan yaitu
dengan cara korupsi.
Mengurai Praktek Korupsi dalam penempatan PRT (Pembantu Rumah Tangga) Migran Ke Luar Negeri
Maraknya
pemberitaan di media mengenai kasus TKI (Tenaga Kerja Indonesia) dianiaya atau
menganiaya majikannya sering mewarnai negeri ini, ini tidak lepas karena
sebagian besar TKI bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT). Pendidikan para
TKI kebanyakan paling maksimal hanya lulusan SMP atau SMA, pengetahuan dan
kemampuan yang mereka miliki tidak seimbang jika bekerja di luar negeri.
Kesiapan mereka hanya pas-pasan yang biasanya mereka dapatkan dari pelatihan
saat berada di biro Penyalur Jasa TKI. Tidak jarang dapat ditemui para Penyalur
Jasa TKI ini melakukan tindakan penyuapan untuk memperlancar proses pemberangkatan
para calon TKI yang kadang sampai melebihi kuota yang diberikan. Kong-kalikong
atau kolusi antara birokrasi dan perusahaan penyalur menjadi kunci rantai
kebijakan PRT Migran. Tetapi hal yang paling koruftif adalah penempatan
pejabat-pejabat tinggi yang semata-mata didasarkan pada kepentingan politik,
dan bukan pada kapabilitas dan keahlian.
Langganan:
Postingan (Atom)