Minggu, 15 Januari 2017

Ritual Pemandian Gong Kyai Paradah di Kabupaten Blitar

Sumber : Nugraha Perdana, Pemandian Gong Kyai Pradah 13 Desember 2016
 

Kabupaten Blitar memiliki 22 kecamatan, salah satunya yakni Kecamatan Sutojayan atau biasa disebut dengan Lodoyo. Sutojayan merupakan daerah Blitar selatan, di Sutojayan sendiri menyimpan satu ritual kebudayaan yang sudah melegenda sejak dahulu. budaya tersebut yaitu Ritual Siraman Gong Kyai Pradah, acara ini dilakukan dua kali dalam setahun yaitu setiap 1 Syawal (hari raya Islam idul fitri) dan acara siraman paling banyak dinantikan oleh ribuan masyarakat lokal sendiri maupun masyarakat luar daerah Blitar pada saat 12 Rabiul Awal (hari kelahiran Nabi Muhammad SAW), atau di bulan Mulud yang didukung oleh Pemerintah Kabupaten Blitar dengan tujuan untuk melestarikan cagar budaya yang telah mengakar di Lodoyo. Di dalam ritual siraman Gong Kyai Pradah saat Mulud, sekitar dua minggu sebelumnya diadakan pasar malem (pasar kaget), kemudian malam hari sebelum hari H diadakan kesenian jedoran, lalu setelah siraman diadakan tayuban dan wayangan. Dalam acara siraman tersebut terdapat juga kesenian Jawa Timur seperti bantengan dan reog yang ikut memeriahkan acara tersebut serta pedagang-pedagang yang berjualan. Gong Kyai Pradah ini merupakan sebuah alat musik kesenian tradisional Bendhe. Menurut penuturan Mbah Yadi salah satu sesepuh yang ikut peduli terhadap Gong Kyai Pradah, ini merupakan awal cerita yang membabad di Lodoyo dan dipercaya bahwa Gong ini sebenarnya ada dua, yang satu berada di Lodoyo, Blitar dan yang satu lagi berada di jawa tengah. Hal ini juga diperkuat dengan baju adat yang digunakan saat ritual berlangsung terdapat kesamaan dengan baju adat abdi dalem keraton Surakarta. Masyarakat percaya bahwa secara turun-temurun sudah ada wasiat untuk Gong Kyai Pradah dimandikan dengan air bunga kembang setaman. Orang tua dan anak muda, termasuk anak – anak rela saling berdesakan hanya untuk memperebutkan air bunga setaman, hingga benda – benda bekas untuk mencuci pusaka tersebut. Mayoritas masyarakat mempercayai jika air bunga yang sudah dimandikan ke Gong Kyai Pradah mempunyai tuah yang dapat memperlancar kehidupan dari kesulitan-kesulitan seperti mengobati berbagai penyakit, mendatangkan rejeki, obat awet muda, melariskan dagangan, menyuburkan panen, dll yang semuanya diminta tergantung kepada niatnya. Masyarakat Lodoyo sendiri masih sangat berpegang teguh terhadap ritual siraman ini karena menurut mereka ritual siraman Gong Kyai Pradah juga digunakan untuk melindungi kawasan desanya dari berbagai tolak balak. Salah satu kehebatan yang dipercaya dari Gong Kyai Pradah adalah jika Gong tersebut terjadi sesuatu yang negatif/ buruk seperti jatuh, rusak atau tidak terawat maka dunia semesta alam akan mengalami keburukan juga atau sebagai kode alam. Dan juga dipercaya bahwa ketika gong tersebut dipukul akan berdatangan macan-macan yang dianggap sebagai jelmaan gaib.

Proses ritual Gong Kyai Pradah saat Muludan diawali dengan napak tilas arak – arakan atau kirab yaitu membawa kepala kambing dari tempat penyimpanan Gong menuju “Mbok Rondo Dadapan” (tanpa membawa gong) yang diikuti para sesepuh masyarakat Lodoyo termasuk juru kunci. Setelah itu mereka kembali ke tempat penyimpanan gong, pada saat itu banyak pengunjung yang mengantri sambil membawa sebungkus bunga guna meminta khasiat dari Gong Kyai Pradah, proses selanjutnya pusaka berupa alat musik tradisional sebuah gong besar dan empat bendhe yang terbungkus kain putih dibawa naik ke Dalem Pasiraman, ndalem ini berupa bangunan permanen yang berada ditengah alun – alun Lodoyo. Ada perbedaan proses pemandian saat Syawalan dan Muludan, dimana ketika Syawalan proses pemandian gong hanya di tempat penyimpanan Gong tersebut namun berbeda ketika saat Mulud proses yang dilalui sangat panjang mulai dari napak tilas, kemudian Gong dibawa dan dimandikan di sebuah tempat di tengah alun-alun Lodoyo yang kemudian airnya disiram dan dibagikan ke masyarakat yang ada saat perayaan berlangsung. Untuk memandikan Gong Kyai Pradah menggunakan tujuh tong yang masing-masing terdapat air bunga yang berbeda-beda atau disebut dengan air siram Jamas atau kembang setaman. Yang bertugas untuk memandikan Gong Kyai Pradah yaitu Bupati Blitar untuk siraman 12 rabiul awal (Maulid), dan Pak Camat memandikan Gong Kyai Pradah saat 1 Syawal. Selain itu biasanya pada saat setiap hari Jumat Legi semalam suntuk, masyarakat Lodoyo banyak yang melakukan sembayang (seperti doa atau semedi) untuk menjaga Gong Kyai Pradah. Juru kunci utama saat ini yang dapat ditemui yaitu mbah Palil. Peran juru kunci sangat vital sebagai penjaga dan memberikan nasehat keputusan dalam Ritual Gong Kyai Pradah. Juru kunci ini juga sebagai penghubung dengan hal-hal gaib dan lingkungan alam. Juru kunci memiliki peran dan fungsi sangat penting untuk tetap menjaga tradisi masyarakat yang telah dipercayai. Karena rangkaian Ritual Gong Kyai Pradah yang akan dilakukan harus disetujui oleh Juru Kunci. Hal tersebut dilakukan untuk kelancaran ritual adat yang akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan relasi masyarakat dengan lingkungannya.
         Jika dilihat budaya sendiri merupakan segelintir serangkaian yang rumit dari segi adat, bahasa, agama, pakaian, maupun bangunan. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bagaimana masyarakat masih mempercayai dan menjalankan budaya Ritual Gong Kyai Pradah. Kepercayaan ini menjadi Mitos tersendiri yang masih ada terus di Masyarakat Lodoyo. Kepercayaan ini berjalan atas relasi dan peran antara struktur dan agen yang terdapat dalam budaya tersebut. Pemahaman yang dimiliki oleh masyarakat Lodoyo dalam menjalankan Ritual Gong Kyai Pradah dapat dikatakan merupakan hasil warisan kepercayaan yang diterima masyarakat untuk diberikan kepada generasi selanjutnya. Peran juru kunci, bupati dan jajaran pemerintah kabupaten Blitar serta sesepuh masyarakat Lodoyo yang terlibat aktif dalam Ritual Gong Kyai Pradah membuktikan bahwa kepercayaan tersebut akan tetap ada selama masyarakat masih menjalankan ritual tersebut. Gong Kyai Pradah menandakan adanya kepercayaan relasi antara manusia, alam dan tuhan dengan diikat perilaku budaya yang dipahami secara bersama, salah satunya terhadap kepercayaan hasil air untuk memandikan Gong Kyai Pradah dapat memperlancar kehidupan dari kesulitan-kesulitan yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar