Minggu, 14 Februari 2016

Menelaah Kasus Revitalisasi Hutan Kota Malabar dengan tiga perspektif tokoh sosiologi yaitu Karl Marx, Emile Durkheim dan Max Weber


1. Pendahuluan
Setelah sempat beberapa bulan tertunda, kemarin pada jumat 30 Oktober 2015 dilansir dari suryamalang.com bahwa PT Amerta Indah Otsuka selaku CSR (Corporate Social Responbility) penanggungjawab pendanaan sebesar Rp 2,5 Milyar siap melanjutkan revitalisasi hutan kota malabar. Pengertian revitalisasi adalah merubah tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang lebih sesuai (Eko Budihardjo: 1989). Sebelumnya di beberapa media massa dikabarkan masyarakat banyak yang kontra dan melakukan kampanye Save Hutan Kota Malang, dengan menambah berbagai fasilitas namun pembangunan fasilitas-fasilitas akan mengganggu ekosistem lingkungan. Sesuai Undang-Undang nomor 26 tahun 2007, RTH terbagi menjadi dua jenis, yaitu Ruang Terbuka Publik dan Ruang Terbuka Privat. Berdasarkan pasal 29 ayat (2) dan (3) undang-undang tersebut, proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota, sedangkan khusus untuk RTH publik proporsi luas yang harus disediakan oleh pemerintah paling sedikit seluas 20 persen luas wilayah kota. Meski banyak mendapat penolakan, Wali Kota Malang abah Anton tetap kukuh akan melanjutkan program revitalisasi tersebut karena menurut dia tidak ada perusakan dalam pelaksanaannya. Ia menegaskan segala bentuk pembangunan digunakan untuk kesejahteraan masyarakat dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Penggunaan pendapatan kota untuk beberapa hal tidak mengambil APBD karena APBD khusus untuk kesejahteraan masyarakat, kalau pembangunan taman kota dan revitalisasi harus cari pihak ketiga (CSR). 


2. Pembahasan dan Analisa
            Apa yang telah dipelajari dalam mata kuliah sosiologi politik, Kekuasaan bersifat menyebar atau semua orang punya kekuasaan namun ada institusi yang memiliki kekuasaan terbesar untuk kita yaitu Negara merupakan satu-satunya institusi yang memiliki kesahan untuk melakukan kekuasaan baik dengan cara halus atau kekerasan. Meskipun memiliki kekuasaan yang besar tetapi tidak sepenuhnya bisa melakukan kekerasan karena ada Civil Society (masyarakat sipil) yaitu kumpulan individu yang memiliki kebebasan. Negara adalah elemen kunci dalam sosiologi politik. Di dalam civil society terdapat good civil society yaitu masyarakat sipil yang mementingkan negara dan masyarakat bad civil society yang mementingkan kepentingan golongan. Abah anton sebagai pemerintah walikota Malang dapat dipandang mempunyai kekuasaan yang menjalankan Negara untuk revitalisasi hutan kota malabar dan masyarakat yang kontra untuk mementingkan hutan kota tidak direvitalisasi sebagai bad civil society. Seperti dalam perkuliahan penulis akan menelaah kasus revitalisasi hutan kota malabar dengan tiga perspektif dari tokoh sosiologi yaitu Karl Marx, Emile Durkheim dan Max Weber.
            Karl Marx dalam pemikirannya yang terkenal yaitu materi menentukan ide, pemikirannya dipengaruhi oleh Hegel dan Feurbach dan konteks sosialnya dipengaruhi oleh revolusi industri. Dimana dalam kemajuan teknologi maka ada faktor produksi yaitu kaum borjuis yang dilihat Marx sebagai kaum pemilik modal dan kaum proletar sebagai kaum pekerja/ tertindas (Doyle paul: 1988). Dalam sosiologi politik yang diambil dari perspektif Karl Marx adalah mengenai Mode of Production dimaknai dengan faktor ekonomi dan kekuasaan saling berhubungan. Adanya relasi antara kekuasaan dan faktor modal ekonomi dikonversikan menjadi modal politik, artinya semakin banyak modal ekonomi yang dimiliki maka semakin mudah untuk mendapat tempat politik. Dalam mode of production terdapat model instrumental yaitu salah satu pengertiannya bagaimana borjuis dapat menguasai proletar ? Negara hanya digunakan borjuis agar proletar tidak membrontak maka dengan aturan yang dibuat negara, borjuis dapat menguasai kaum proletar. Untuk merevitalisasi hutan kota malabar, abah Anton menggunakan dana dari CSR perusahaan untuk menghindari dana APBD sebagai dana kesejahteraan rakyat. Keuntungan yang banyak diperoleh justru dari perusahaan CSR tersebut dengan membantu pendanaan revitalisasi hutan kota malabar maka dapat memasang iklan-iklan produk dari perusahaan tersebut dan menguntungkan karena akan memperoleh popularitas branding. Masyarakat disini sebagai kaum proletar/ tertindas, setelah melakukan kampanye untuk menstop revitalisasi hutan kota malabar namun nyatanya abah anton bersih kukuh untuk melanjutkan proyek tersebut. Dalam perkembangannya pemikiran Karl Marx diteruskan oleh perkembangan teori dari Antonio gramsci dan Louis Althuser. Gramsci membicarakan hegemoni adalah kekuasaan yang dilakukan secara halus. Althuser membicarakan ideological state apparatus dan negara mempunyai dua elemen yaitu menguasai secara kasar dan halus. Kekuasaan yang dilakukan secara halus dilakukan oleh CSR PT. Amertha Otsuka, kepada masyarakat umum membantu pendanaan untuk revitalisasi hutan kota malabar untuk pelestarian lingkungan namun sebenarnya perusahaan tersebut ingin memperoleh brand dimasyarakat.
            Max Weber berbicara mengenai mode of administration, dimana kekuasaan muncul dari birokrasi rasional dan kuasa. Ada 3 elemen yang terpenting dalam mode of administration yaitu birokrasi (mengatur dan diatur), negara dan administrasi. Abah anton selaku pemerintah walikota yang menjalankan fungsi negra telah mengatur masyarakat dalam kebijakannya merevitalisasi hutan kota malabar dan masyarakat telah diatur oleh abah anton dalam kebijakannya. Tokoh sosiologi yang terakhir adalah Emile durkheim, pandangannya tentang division of labour atau pembagian kerja yang heterogen memunculkan relasi kekuasaan. Artinya kekuasaan muncul karena solidaritas dan negara. Hal ini seperti yang dilakukan oleh abah Anton dan PT. Amertha Otsuka yang mempunyai relasi kekuasaan terhadap rakyat. Abah anton selaku walikota sebagai menjalankan proyek revitalisasi hutan kota malabar dan PT. Amertha Otsuka sebagai penanggungjawab pendanaan.

3. Kesimpulan
            Dalam sosiologi politik kekuasaan tertinggi dipegang oleh Negara. Dalam kasus revitalisasi hutan kota Malabar selalu terjadi kontra oleh beberapa pihak masyarakat tetapi jangan lupa bahwa Abah Anton selaku Pemerintah Walikota Malang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam menentukan untuk lanjut tidaknya revitalisasi hutan kota malabar. Saran yang dapat dilakukan oleh Abah Anton dengan Glembuk seperti dalam strategi politik dapat menjadi cara strategi untuk melakukan revitalisasi hutan kota malabar sehingga masyarakat dapat menaati kebijakannya dengan legowo. Glembuk sendiri adalah upaya membujuk lawan terpikat merupakan kata lain dari strategi politik glembuk. Bujukan ini dapat mengangkat kredibilitas (kelayakan dapat dipercaya dan keahlian memperoleh kepercayaan), kalau mengindahkan kepentingan lawan, tetapi hanya akan meraih dukungan semu atau resistensi bila mencederai kepentingan lawannya  (bambang: 2011).





Daftar Pustaka

Bambang Hudayana, 2011, "Glembuk, Strategi Politik dalam Rekrutmen Elite Penguasa di Desa Pulungansari Yogyakarta".Jurnal budaya, bahasa dan sastra. Volume 23, No. 1

Hadi, Samsul. “Ini Alasan Perusahaan Jepang Lanjutkan Revitalisasi Hutan Malabar”. 30 Oktober 2015. http://suryamalang.tribunnews.com/2015/10/30/ini-alasan-perusahaan-jepang-lanjutkan-revitalisasi-hutan-malabar


Johnson,Doyle Paul.1988.Teori Sosiologi Klasik dan Modern Terjemahan Sociological Theory oleh Robert M.Z.Lawang.1994.Jakarta.Gramedia
Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Lembaran Negara RI Tahun 2007, No. 4725. Sekretariat Negara. Jakarta.
Budihardjo, Eko (1987), Percikan Masalah Arsitektur, Perumahan Perkotaan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.


M. Ridhah Taqwa, Budaya Politik di Indonesia, Suatu Tinjauan Teoritis, 1999

Maurice Duverger, Sosiologi Politik, 2002
Muhammad AS Hikam, Demokrasi dan Civil Society, 1999



Tidak ada komentar:

Posting Komentar