Kamis, 30 Juni 2016

Review : Syed Husein Al Attas, Sosiologi Korupsi, LP3ES, 1981 Bab 1 (Pendahuluan), Bab 2 (Anatomi Korupsi)


Sejatinya dapat dikatakan manusia tidak akan lepas dari yang namanya korupsi. Sejak dari zaman penjajahan belanda sampai di belahan dunia manapun korupsi tetap ada. Jika dianalogikan manusia merupakan individu yang haus akan kekuasaan, sebagai contoh pada kaum primitif perebutan wilayah adalah hal yang wajar dari dulu. Inti korupsi adalah penyalahgunaan kepercayaan untuk kepentingan pribadi atau golongan. Esensi korupsi adalah pencurian melalui penipuan dalam situasi yang mengkhianati kepercayaan. Dua bentuk korupsi yang sulit untuk dimasukkan ke dalam ciri-ciri korupsi yaitu nepotisme dan korupsi otogenik yang dilakukan oleh seorang diri. Brooks mencetuskan subyek yang ia sebut autocorruption. Sebagai contoh penyalahgunaan kekuasaan yang laten seperti anggota dewan yang menyetujui berlakunya undang-undang tanpa melihat akibat kedepannya. Contoh lain pembuatan laporan belanja yang tidak benar. 


Ciri-ciri korupsi adalah pertama dilakukan lebih dari 1 orang maksudnya ketika individu tidak dapat melaksanakan perilaku korupsi dengan sendirian maka membutuhkan orang lain untuk membantu perilaku korupsinya. Kedua rahasia, korupsi dimana-mana dilakukan secara diam-diam, sistematis, tidak jarang tidak disadari oleh publik (laten). Ketiga melibatkan kewajiban dan keuntungan timbal balik yang tidak selalu berupa uang, langsung kepada contohnya yaitu nepotisme. Keempat keputusan yang tegas dan mereka mampu mempengaruhi keputusan. Selain ciri-ciri korupsi juga terdapat 7 jenis tipologi korupsi :
  1. Korupsi transaktif, hubungan timbal balik demi mendapatkan keuntungan kedua belah pihak 
  2. Pemerasan , dipaksa untuk menyuap 
  3. Defensive, mempertahankan diri 
  4. Invensif, tanpa ada keuntungan langsung, tapi keuntungan yang diharapkan di kemudian hari (gratifikasi) 
  5. Nepotisme 
  6. Otogenik, dilakukan sendiri 
  7. Korupsi dukungan, mendukung/membela pihak lain yang korupsi



Birokrasi dirancang untuk menyelenggarakan pealyanan publik. Tetapi setelah terbentuk, birokrasi mengembangkan kehidupan rohaninya sendiri dan memandang public sebagai musuh.
Brooks Atkinson, “September 9”, Once Around the Sun (1951)

Jika dilihat maraknya kasus korupsi lebih banyak di negara berkembang ketimbang di negara maju. Apakah ini merupakan akibat penerapan modernitas yang tidak sesuai ? ketika kita kembali kepada sejarah, negara ini merupakan bentuk dari penindasan kolonialisme oleh bangsa belanda yang dinaungi dengan VOC. Pada kurun waktu yang tidak lama VOC mengalami kebangkrutan yang dikarenakan adanya kegagalan birokrasi sebagi penyebab praktik korupsi dimana-mana, berkaca dalam hal ini artinya bangsa Indonesia mengenal perilaku korupsi sudah sejak dahulu. Tidak heran jika kita dapat mengatakan bahwa korupsi bisa menjadi budaya di suatu wilayah akibat degradasi moral suatu bangsa. Adapun faktor-faktor korupsi :
Factor internal             : egois, males, serakah,dll
Factor eksternal         : budaya. Ex. Orang yang normal dianggap tidak normal karena adanya   perubahan moral
Solusi yang dapat mengurangi dari perilaku korupsi adalah mereproduksi budaya dengan salah satu cara terus berupaya mengkritisi pemerintah sebagi bentuk control dari civil society.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar