Kamis, 30 Juni 2016

Pendidikan Anti-Korupsi: Efektifkah ?




Korupsi seolah-olah sudah menjadi membudaya di Indonesia. Pada pertemuan kuliah beberapa waktu lalu disinggung bahwa aliran culturalis menyatakan akar permasalahan korupsi di Indonesia adalah semenjak jaman feodalisme. Adapun bentuk dari korupsi menurut aliran culturalis yaitu yang pertama komunalisme menyatakan korupsi dalam bentuk ini sebagai tindakan setia kawan atau praktek yang dianggap sebagai bentuk perwujudan komunalisme. Contoh, seorang pelamar kerja melamar di perusahaan temannya yang sebagai direktur maka dari  hubungan  pertemanan  itu   pelamar    tersebut diterima kerja. Bentuk kedua yaitu patron-klien menyatakan yang diatas dan yang dibawah patron menjadi penentu klien yang mengikuti dan meniru. Contoh, korupsi waktu yang dilakukan atasan perusahaan yang sering datang terlambat untuk bekerja maka keterlamabatan atasannya ditiru oleh bawahannya. Selain itu banyak persoalan menurut penulis yang ada hubungannya dengan korupsi di Indonesa seperti kemiskinan, pendapatan perkapita, pola pikir kapitalis, dll. Jika kita logikakan saja banyaknya orang miskin akibat dominasi kapitalisme telanjang di Indonesia membuat adanya kaum terdominasi atau kaum yang tidak mampu melawan kapitalisme maka jalan pendek mereka lakukan yaitu dengan cara korupsi.

Pada pertemuan kuliah beberapa waktu yang lalu, menyinggung gagasan Talcott Parsons mengenai fungsionalisme, korupsi menjadi keseimbangan sosial jika tidak ada gerakan sosial anti korupsi, yang semestinya dicegah melalui pendidikan (tetapi memerlukan waktu yang lama). Pada saat ini dengan modernnya masyarakat yang dituntut berpikir rasional maka yang diperlukan oleh masyarakat Indonesia baik sekarang maupun kedepannya adalah sebuah karakter dan moral yang mencermikan bangsa Indonesia untuk membrantas praktik-praktik korupsi yang ada. Pendidikan karakter dapat menjadi solusi usaha disengaja untuk mengembangkan kebaikan, yang merupakan kualitas manusia secara objektif baik bagi individu sendiri dan masyarakat.







Dengan adanya pendidikan anti-korupsi, diharapkan masyarakat merasakan dampak dari mengikuti pendidikan tersebut. Dampak tersebut, yakni peningkatan pengetahuan dan adanya sistem nilai baru seperti pentingnya kejujuran atau taat pada aturan. Mampu mendorong mahasiswa untuk menyebarkan semangat anti-korupsi dan membuat mahasiswa berhati-hati dalam membuat keputusan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar